KAJIAN
TENTANG PERLUNYA DILAKUKAN PENATAAN
ULANG
KEMBALI PROSES PEMBELAJARAN
DI
PERGURUAN TINGGI
Drs. Alimin Purba, M.Pd.
Dosen Kop. Wil. I Dpk FKIP – Universitas
Darma Agung, Medan
diterbitkan pada Jurnal Sains dan Teknologi ISTP, no. 2 Vol. 2 Maret 2015
Abstract
Many
factors contributed to the learning process is not much changed, among others,
the paradigm of faculty and students about learning, teaching culture and the
ability of lecturers, student learning styles, curriculum, availability and
completeness of sources and tools that still puts student learning as the
object of education is complete and perfect that the learning process is still
running in place. For a more detailed understanding needs to be viewed in jelly
on aspects of a learning system.
There
are four aspects that also affect the learning process in educational
institutions, namely the social, economic, cultural and technological. The
fourth aspect is said to environmental influences far; Although it is not
directly felt in a learning process, but quite a role and influenced the
learning process. Changes in social structure, economy, culture and technology
of a nation affect the nation's education process. Two aspects are closer to
the educational process, namely culture and technology. Culture
"played" a very big role in human behavior and the slowest to change
but rapidly growing and changing technology that can gradually shift also
change the culture of a nation. Factors that directly affect the education and
learning process are: 1. A professor or teacher, 2. Students, 3. Learning
Resources, 4.Alat Learning, 5. Curriculum and Events, 6.Peraturan government
and Regulations specified institutions. Recommendations for rearranging the
learning process of the pattern of student-centered learning learning, so that
students play an active role in learning. IT usage pattern distance learning
via the Internet is one way to encourage students to be active in the learning
process. All the above learning activities bring students have learning styles
learning how to learn so as to form a life long learning.
Rearrangement
of the learning process includes four aspects: (1) changing the paradigm of
community college, (2) prepare a resource consisting of faculty, tools and
learning resources, (3) preparing the content, which includes curriculum,
teaching materials and SAP, (4) learning of concepts presented here are a few
thoughts that need to be studied and examined more closely, among others, the
ability and capacity of the prospective students in Indonesia, the ability of
faculty in teaching, good teaching and favored the students in Indonesia,
capability and capacity intellectual college graduates in Indonesia, the
willingness of college graduates in Indonesia is needed in the world need /
industry, proper diagnosis to bridge the gap power capabilities needed by the
competence of college graduates, the extent of the role of IT in the learning
process for students in Indonesia, and there are many other topics need to be
investigated further.
Keywords:
Assessment, rearrangement, the learning process
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai alasan yang dapat dikemukakan agar kita selalu bebenah diri dalam dunia
pendidikan nasional, mulai dari pengelolaan lembaga pendidikan nasional, proses
pembelajaran, kompetensi dan kemampuan dosen sampai kepada evaluasi dan
kompetensi lulusan. Bila ingin ditelah satu persatu maka agenda pembenahan
sangat banyak dan membutuhkan waktu panjang, pembenahan dilakukan sejak
pendidikan awal bagi seorang anak sampai kepada pendidikan di tingkat perguruan
tinggi.
Perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan
diploma-3 dan strata- 1 merupakan pintu terakhir bagi seorang mahasiswa sebelum
terjun ke masyarakat, yang harus
ditangani secara baik dalam proses pembelajaran, sehingga lulusan perguruan
tinggi benar- benar siap terjun, ke
masyarakat atau masih ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi.
Masih banyak masalah yang harus dibenahi dan ditata
ulang, baik dalam tata kelola, kurikulum, kompetensi dosen, sarana dan
prasarana, sampai kepada metode pembelajaran. Salah satu masalah pendidikan
yang menarik yaitu proses pembelajaran di perguruan tinggi. Banyak kritik dan
masukan baik lewat diskusi dan perdebatan
di media elektronik maupun
tulisan di media cetak membahas proses
pembelajaran.
Munculnya teori-teori untuk mengubah proses
pembelajaran yang menempatkan mahasiswa agar lebih aktif; antara lain Fraire
dengan teori pendidkan pembebasan, Bruffe mengemukakan Collaborative learning,
teori Cosntructivist oleh Brook and Brooks, Culture Perspective oleh Zhoads and
Black [Zamroni, 156 :143]. Semua teori tersebut bertujuan untuk mengubah proses
pembelajaran yang bersifat monolog menjadi proses pembelajaran yang lebih
memacu para mahasiswa menjadi proses pembelajaran yang lebih memacu para
mahasiswa menjadi pelaku aktif. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya TI yang dapat dengan mudah menyediakan dan melengkapi
sumber dan giat belajar merupakan salah satu faktor utama yang sangat
mempengaruhi bahkan menjadi pemicu utama dan sejalan dengan teori-teori di atas
dalam mengubah kebiasaan dan budaya belajar.
Menurut survei yang dilakukan oleh Task Force
Information Systems Curriculum ACM bahwa terjadi gap antara kompetensi lulusan
perguruan tinggi dengan kebutuhan kemampuan tenaga kerja di dunia pendidikan
mapun pada dunia usaha. Hal ini dapat dipahami mengingat apa yang disiapkan dan
dilakukan oleh para mahasiswa di
perguruan tinggi berbeda dengan kebutuhan kemampuan tenaga kerja di sekolah/dunia
usaha. Pada perguruan tinggi, mahasiswa melakukan kegiatan learning/teaching,
practicum, content mastery, systemic know mastery,tools and reference needed,
porfotolio. Sedangkan di dalam sekolah/dunia usaha/industri yang dibutuhkan
kemampuan tenaga kerja yang melakukan Communication skills, team building,
systemic thinking, professionalism, quality, role of enterprise.
Di sisi lain pergeseran paradigma dan apresiasi
terhadap ilmu pengetahuan menempatkan sumber daya manusia yang berkualitas
(knowledge worker ) sebagai asset utama dan kunci penting dalam sekolah/
perusahaan mendorong perubahan besar dalam sikap dan kebiasaan belajar bagi
pelaku belajar yang harus secara lebih aktif dengan cara belajar learning how to learn. Dari
semua paparan di atas apa yang harus
dilakukan dalam proses pembelajaran? Yang jelas proses pembelajaran saat ini
masih berjalan secara monolog tidak
sesuai dengan perkembangan zaman dan harus ditinggalkan.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui perlunya dilakukan penataan
kembali terhadap sistem proses pembelajaran pendidikan di Indonesia khususnya
di perguruan tinggi.
1.3. Metode Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode
penulisan library research (penelitian kepustakaan). Data-data yang digunakan
dalam karya ilmiah ini berasal dari penelitian-penelitian terdahulu.
BAB II URAIAN TEORETIS
2.1. Sistem
pembelajaran di perguruan tinggi
Perkembangan dan perubahan dalam
berbagai aspek kehidupan; perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sepertinya tidak banyak menyentuh dan berpengaruh terhadap proses pembelajaran
di perguruan tinggi Indonesia. Gaya pembelajaran searah yang merupakan legacy
masih tetap digunakan sampai saat ini. Dosen sebagai faktor utama dan “ pemain kunci ”dalam proses pembelajaran
, sedangkan mahasiswa sangat pasif dan hanya sebagai “penonton” dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran saat ini
dilakukan secara monolog yang menempatkan mahasiswa sebagai objek dalam
pembelajaran itu sendiri, sedangkan dosen sebagai pelaku atau subjek utama
mendapat banyak kritik, sudah usang dan tidak sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Mahasiswa cenderung hanya belajar apabila ada ulangan, tes dan
atau ujian . ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh dosen tidak
terinternalisasi dalam diri mahasiswa. Pengetahuan yang dimiliki sangat dangkal
karena proses belajar dan mengajar ditempatkan dalam proses yang terpisah satu
dengan lainnya, yang sebenarnya harus terjadi interaksi yang mempertemukan
dosen dan mahasiswa dalam suatu diskusi yang intens dan dialog yang dinamis.
Banyak faktor yang menyebabkan
proses pembelajaran itu tidak banyak berubah antara lain, paradigma dosen dan
mahasiswa tentang proses pembelajaran, budaya mengajar dan kemampuan dosen,
gaya belajar mahasiswa, kurikulum, ketersediaan dan kelengkapan sumber dan alat
belajar yang masih menempatkan mahasiswa sebagai objek dalam pendidikan menjadi
lengkap dan sempurna bahwa proses pembelajaran tetap berjalan di tempat. Untuk
memahami lebih rinci perlu dilihat secara jeli tentang aspek dalam suatu system
pembelajaran.
Ada empat aspek yang juga turut
berpengaruh terhadap proses pembelajaran dalam lembaga pendidikan yaitu sosial,
ekonomi, budaya dan teknologi. Keempat aspek ini dikatakan pengaruh lingkungan
jauh; Kendatipun tidak langsung terasa dalam suatu proses pembelajaran namun
cukup berperan dan terpengaruh terhadap proses pembelajaran .
Perubahan struktur sosial,
ekonomi, budaya dan teknologi suatu bangsa mempengaruhi proses pendidikan
bangsa tersebut. Dua aspek yang lebih dekat dengan proses pendidikan yaitu
budaya dan teknologi. Budaya “memainkan”
peran yang sangat besar dalam
perilaku manusia dan paling lambat untuk berubah namun teknologi cepat berkembang
dan berubah yang secara perlahan dapat juga menggeser perubahan budaya suatu
bangsa.
Faktor yang secara langsung
berpengaruh terhadap proses pendidikan dan pembelajaran yaitu:
1.
Dosen atau pengajar
Peran dosen dalam pendidikan sangat penting. Dalam
budaya bangsa yang paternalistik para mahasiswa masih sangat patuh kepada dosennya.
Pemegang tampuk pimpinan yang sangat berpengaruh terhadap mahasiswa dalam
pembelajaran yaitu dosen. Gaya, kebiasaan , disiplin, kemampuan dan kompetensi
dosen dalam proses pembelajaran sangat menentukan hasil dari proses
pembelajaran itu sendiri. Memang tanpa dukungan data, namun dapat dikatakan
bahwa kemampuan dan kompetensi dosen di Indonesia masih harus dipertanyakan.
Hal ini disebabkan oleh demand and supply, di mana masih sangat kurang dosen
sedangkan kebutuhan akan tenaga dosen sangat
banyak. Kelangkaan ini yang menyebabkan kemampuan dosen yang kurang
mamadai. Seorang lulusan dengan predikat jenjeng strata -3, strata- 2, dan
bahkan strata- 1, bisa langsung menjadi yang mana hanya berbekal kepada ilmu
yang dikuasai, tanpa dukungan teaching methodology dan kompetensi lainnya.
2.
Mahasiswa
Dapat
dikatakan bahwa rata-rata kemampuan mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik
baik kebanyakan terdapat pada perguruan tinggi negeri, hal ini karena seleksi
masuk jauh lebih ketat, peminat banyak sedangkan jumlah penerimaan sedikit.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada perguruan tinggi swasta pun dapat dijumpai
kemampuan mahasiswa yang baik, namun kalau mau jujur secara nasional, rata-rata
kemampuan mahasiswa masih dikatakan rendah.
Bila
diamati secara cermat bukan kemampuan mahasiswanya yang rendah tetapi kemampuan
belajarnya yang rendah, learning habit belum terbentuk dengan baik. Kebanyakan
para mahasiswa sangat pasif dalam proses pembelajaran. Memang tidak dapat
disalahkan karena gaya pengajaran dan pembelajaran sejak sekolah dasar sampai
kepada perguruan tinggi secara monolog yang menempatkan para siswa dan
mahasiswa sebagai objek data pembelajaran.
3. Sumber Belajar
Ketersediaan kelengkapan sumber
belajar menjadi salah satu faktor yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi
tidak menarik. Seorang siswa atau mahasiswa hanya tergantung pada guru
atau dosen yang telah memiliki sumber
belajar tersebut. Pada perguruan tinggi di daerah y6ang sangat langka dengan
kelengkapan buku menjadi masalah besar. Mahasiswa cenderung pasif dan menunggu
ilmu dari dosen, yang sebenarnya bisa lebih aktif dapat mencari dan mempelajari
sendiri tanpa dosennya.
4. Alat Belajar
Sama dengan sumber belajar,
kelangkaan dan ketidak tersediaannya alat belajar menyebabkan proses pembelajaran
menjadi tidak menarik. Para mahasiswa sangat kurang, bahkan tidak memiliki
kesempatan untuk menggunakan alat belajar dengan baik. Aspek psychomotor tidak
dipacu untukmengekspresikan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan
kemampuan pemahaman dan penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan menjadi
sangat rendah dan dangkal. Ketiadaan dan kekurangan alat belajar menyebabkan
para mahasiswa cenderung pasif dan hanya menerima dari dosen melalui
penyampaian secara teori.
5. Kurikulum dan
Acara Pekuliahan
Terlalu banyak orang meributkan
kurikulum yang saat ini lagi gencar dibicarakan dan diskusikan. Dengan di
keluarkan SK Mendiknas No. 323/U/2000, dan No 045/U/2002, merupakan langkah
maju dalam penataan kurikulum, namun masih banyak perguruan tinggi yang kebinggungan,
karena terlalu lama diatur selama ini, bila dilepas dan diberikan kebebasan
masih ingin tetap diatur sehingga selalu meminta acuan karena kurang mampu
mengembangkan sendiri. Disisi lain yang tidak kalah pentingnya yaitu satuan
acara perkuliahan dapat dikatakan yang menjadi acuan dari satuan acara perkuliahan yaitu hanya materi dan pokok
bahasa, sedangkan mekanisme pembelajaran tidak diperhatikan dan dianggap tidak
penting sehingga semua pembelajaran
dianggap hanya dengan menyampaikan material kuliah:proses pembelajaran menjadi
tidak menarik dan sangat membosankan,mahasiswa cenderung menghafal.
6.Peraturan
pemerintah Dan Peraturan institusi
Dengan terbitnya SK Mendiknas
No.184/U/2001 Merupakan hawa segar bagi perguruan tinggi dalam mengatur proses
pendidikan dimasing masing lembaga.Nafas SK,tersebut memeberikan kebebasan
kepada perguruan tinggi namun harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan
penyelenggaran pendidikan itu sendiri.Selama ini peratruran pemerintah dan
institusi tidak banyak mendukung proses pembelajaran yang dinamis,sehingga para
mahasiswa dan institusi hanya menyelenggrakan pendidikan yang bersifat
statis,hanya mengikuti peraturan dan rambu rambu yang ditetapkan.
2.2
Sistem Belajar
Sampai saat ini,belajar mandiir dikenal
sebagai salah satu sistem pembelajaran yang diterapkan dalam pendidikan terbuka
atau jarak jauh.Tidak semua orang memahami dengan baik konsep belajar
mandiri,bahkan akademis.berdasarkan pengalaman penulis dikampus,beberapa
akademisi (mahasiswa) masih banyak yang belum memahami betul tentang konsep
belajar mandiri atau istilah terkait lain seperti belajar individual,belajar
sendiri,belajar terbuka atau jarak jauh, dll.
Pada dasanya ,sistem belajar
mandiri dapat diterapkan dalam semua pola pendidikan,baik konvensional maupun
nonkonvesional (seperti pendidikan terbuka dan jarak jauh).Disamping
itu,penulis juga ingin berbagi pengalaman tentang penerapan belajar mandiir
dalam pendidikan konvensional.Dengan harapan gagasan yang disampaikan dalam
makalah singkat ini dapat memperluas wawasan akademisi dan profesionalis dalam bidang pendidikan
tentang belajar mandiri dan penerapannya. Belajar mandiri dapat dipandang
sebagai proses (metode) dan produk (tujuan). Penulis ingin mengajak pembaca
untuk memikirkan ulang pernyataan kedua.
Pembelajaran
mandiri sebagai produk dari suatu institusi pendidikan sangatlah penting dan
dibutuhkan dalam abad 21 ini.
2.3 Konsep Belajar Mandiri
Ada beberapa istilah yang
mengacu pada pengertian yang sama tentang belajar mandiri. Istilah-istilah
tersebut antara lain adalah 1) indenpendent learning, 2)self-directed learning,
3) autonomous learning. 1)Wedemeyer (1973: 175) menjelaskan bahwa belajar
mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat kebebasan,betanggung jawab
dan kewenangan yang lebih besar kepada pembelajaran dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar. Pembelajaran mendapatkan bantuan
bimbingan dari guru atau orang lain tetapi bukan berarti harus bergantung
kepada mereka.
Rowntree (1992:254), mengutip
pernyataan Lewis dan Spenser (1996:201) menjelaskan bahwa ciri utama pendidikan
terbuka yang menerapkan sistem belajar mandiri adalah adanya komitmen untuk
membantu membuat pembelajaran memperoleh kemandirian dalam menentukan keputusan
sendiri tentang 1) tujuan atau hasil belajar yang ingin dicapainya; 2) mata
ajar, tema, topik atau issu yang akan ia pelajari; 3) sumber-sumber belajar dan
metode yang akan digunakan; dan 4)
kapan, bagaimana serta dalam hal apa keberhasilan belajarnya akan diuji (dinilai).
P engertian senada juga di jelaskan oleh Knowles (1975 :211) belajar mandiri adalah suatu proses dimana
individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain untuk 1)
mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri; 2) merumuskan/ menentukan tujuan
belajarnya sendiri; 3) mengidentifikasikan sumber-sumber belajar; 4) memilih
dan melaksanakan strategi belajarnya; dan 5) mengevaluasi hasil belajarnya
sendiri.
Dari beberapa pendapat pendapat
ahli di atas, dapat disampul bahwa dalam pendidikan dengan sistem belajar
mandiri pembelajaran diberkan kemandirian ( baik secara individu atau kelompok
) dalam menentukan 1) tujuan belajar ( apa yang harus dicapai ); 2) apa saja
yang harus dipelajari dan dari mana sumber belajarnya ( materi dan sumber
belajar); 3) bagaimana mencapainya ( strategi belajar ); 4) kapan serta
bagaimana keberhasilan belajarnya diukur ( evaluasi).
2.4.
Karakteristik Belajar Mandiri
Belajar mandiri juga tidak dapat
dipandang sebagai sesuatu yang diskrit, tapi merupakan suatu kontinum. Inti
dari konsep belajar mandiri terletak pada otonomi belajar. Artinya, semakin
besar derajat otonomi / kemandiriaqn
( peran kendali, insiatif, atau
pengambilan keputusan ) di berikan oleh suatu lembaga pendidikan ( guru / dosen
) kepada pembelajaran dalam menentukan keempat komponen di atas, maka semakin
tinggi (murni) derajat sistem belajar mandiri yang diberikan oleh suatu lembaga
pendidikan tersebut.
Candy (1975), mengatakan bahwa
belajar mandiri dapat dipandang sebagai proses atau produk. Atinya belajar
mandiri dapat di pandang sebagai metode atau tujuan. Belajar mandiri sebagai
proses (metode) mengandung makna bahwa belajar mandiri dijadikan sebagai cara
untuk mencapai tujuan pendidikan dimana pebelajar diberikan kemandirian yang
relative lebih besar dalam menentukan ketiga aspek seperti di jelaskan Moore di
atas. Belajar mandiri sebagai produk (tujuan) mengandung makna bahwa setelah
mengikuti pembelajaran tertentu pembelajar diharapkan menjadi seorang
pembelajar mandiri (independent learner).
Dalam konteks yang kedua ini,
belajar mandiri dianggap sebagai keterampilan hidup yang harus dikuasai oleh
setiap orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dunia industry sangat
membutuhkan professional bisnis yang memiliki kecakapan belajar mandiri. Karena
dalam konteks bisnis, setiap individu dituntut untuk terus belajar sepanjang
karirnya. Down (1994) dan Mullen (1997), dari hasil penelitiannya menyatakan
bahwa setiap organisasi bisnis mengharapkan lulusan perguruan tinggi yang
memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, beradaptasi dengan
perubahan-perubahan (belajar terus menerus) dan berkolaborasi dengan orang
lain. Lebih jauh, hughes (2000:243) menyatakan bahwa kemampuan untuk belajar
dan mengaplikasikannya secara mandiri seharusnya menjadi karakteristik yang
membedakan antara mahasiswa baru dan mahasiswa lama. Issu ini telah manjadi
sedemikian pentingnya bagi institusi pendidikan di beberapa negara maju seperti
penn’ State University, Cuya Hoga Community College, Open University of
Hongkong dan lain-lain.
Dari beberapa keterangan di atas
jelas menunjukkan bahwa belajar mandiri tidak hanya menjadi metode, tapi lebih
jauh merupakan tujuan. Pembelajaran mandiri telah menjadi produk yang
diharapkan oleh setiap institusi pendidikan, khususnya perguruan tinggi karena
pebelajar mandiri juga merupakan kebutuhan dunia kerja.
Dalam pendidikan konvensional,
menurut pengalaman penulis, lebih banyak masih bersifat “teacher-centered” atau
“teacher- directed”. Padahal, seiring dengan perkembangan teori belajar, khususnya
konstruktifisme, hal itu tidak perlu terjadi lagi. Bahwa, tidak hanya dalam
pendidikan orang dewas, tapi dalam pendidikan anakpun (preschool education)
sudah semestinya menggunakan pendekatan student center atau student directed
learning.
Namun demikian, penerapan sistem
belajar mandiri memiliki konsekuensi yang berbeda. Pada Ahli menyatakan
bebreapa hal yang harus di perhatiakan dalam menerapkan sistem belajar mandiri
baik dalam pendidikan jarak jauh maupun dalam pola pendidikan konvensional. Berdasarkan
hal-hal tersebut kita harus menyadari bahwa peristiwa belajar yang obtimal
terjadi dalam kondisi-kondisi tertentu. Race (1994:132), mengidentifikasikan
bahwa peristiwa belajar yang optimal terjadi apabila:
·
Pembelajar merasa menginginkan untuk
belajar (want to learn)
·
Belajar dengan melakukan (learning by
doing ) melalui praktek, trial and error dan lain-lain.
·
Belajar dari umpan balik ( leaning from
feedback), baik dari orang lain ( tutor, guru,teman) atau diri sendiri ( seeing
the result).
·
Mendalami sendiri ( digesting ), atinya
membuat apa yang telah mereka pelajari masuk akal dan dapat dirasakan sendiri
aplikasinya bagi kehidupannya.
·
Sesuai dengan situasi dan kondisinya (at
their own pace).
·
.pada saat dan tempat yang mereka pilih
sendiri (at their own pace).
·
Pembelajaran mengendalikan sendiri
belajarnya (feel in control of their learning ).
·
Sering bersama dengan kolega ( often
with other people around, especially fellow- learners).
Beberapa
pernyataan di atas menunjukkan bahwa secara umum peristiwa belajar terjadi
secara independent (mandiri). Disamping itu, peristiwa belajar terjadi apabila
ditunjang oleh sumber belajar (resource-based learning). Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa, “most learning is indevendent and resources- based”.
Apabila
implikasi dalam pendidikan dengan menerapkan system belajar mandiri ? Race
(1994:14), menyatakan bahwa implikasi utamanya adalah perlunya mengoptimalkan
sumber belajar dengan tetap memberikan peluang otonomi yang lebih besar kepada
pembelajaran dalam mengendalikan belajarnnya.
BAB III PEMBAHASAN
Dari semua aspek yang telah:
dijelaskan di atas perlu ada konsep dan ide untuk merombak proses pembelajaran
tersebut dan menata ulang kearah pembelajaran yang lebih dinamis; yang
menempatkan para mahasiswa sebagai pelaku pembelajaran. Perlu dilakukan untuk
merombak proses pembelajaran itu sendiri, dan bagaimana seharusnya mekanisme
bembelajaran.
Suatu dugaan dan hipotesis yang
dapat dijadikan rekomendasi untuk menjawab semua permasalahan di atas yaitu
melakukan pola pembelajaran student centred learning, di mana mahasiswa
diberikan peran secara aktif dalam pembelajaran, dengan membentuk study group
untuk banyak melakukan kolaborasi, banyak mengerjakan tugas dan proyek serta
penelitian, melakukan presentasi, dan disiplin yang didukung dengan moral dan
ethic yang baik. Pengguna TI dengan pola pembelajaran jarak jauh melalui
internet merupakan salah satu cara mendorong para mahasiswa agar aktif dalam
proses pembelajaran. Semua kegiatan pembelajaran di atas membawa mahasiswa
memiliki gaya belajar learning how to learn.
Dari pengamatan dan kajian serta
kualitatif tindakan untuk melakukan pembenahan proses pembelajaran dapat
dilakukan melalui empat aspek yang saling mendukung. Menata ulang proses
pembelajaran dilakukan melalui empat aspek secara sistematik dan terencana
sehingga dapat mencapai tujuan dan dihasilkan dengan baik. Aspek perubahan
tersebut dapat dijelaskan bahwa :
1.
Mengubah paradigma masyarakat perguruan
tinggi tentang proses pembelajaran.
Masyarakat
perguruan tinggi yang terdiri dari pengelola pendidikan, dosen, mahasiswa dan
karyawan harus diberikan pengertian dan makna secara mendalam tentang proses
pendidikan dan pembelajaran. Pemahaman tentang pembelajaran bukan berarti bahwa
mahasiswa sebagai objek dalam proses pembelajaran yang hanya pasif menerima dan
“menelan” semua informasi yang diberikan oleh dosen,namun mahasiswa sebagai
subjek pelaku pembelajaran. Mahasiswa dapat mempelajari tanpa bantuan dari para
dosennya. Budaya teacher teaching harus diubah dan diganti dengan student
learning atau teacher centerd diganti dengan student activity. Mahaswa harus
aktif dalam proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi suatu
aktifitas yang menarik, dan harus dicari oleh mahasiswa.
Di sisi
lain dosen juga. Harus memahami dengan baik tentang mekanisme proses
pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai pelaku belajar. Dosen harus
mengetahui bahwa dalam proses pembelajaran, dosen tidak mengajari tentang
kehadiran dosen menyebabkan mahasiswa belajar. Ada empatfungsi dari dosen yang
harus diperankan secara sempurna dan merata, yaitu:
a.
Dosen sebagai creator, menciptakan
suasana pembelajaran yang kondusif antara dosen dan mahasiswa dan mahasiswa
dengan mahasiswa lain.
b.
Dosen sebagai motivator yang membangkitkan
motivasi dari para mahasiswa agar lebih aktif dan giat dalam belajar.
c.
Dosen sebagai leader dan resources dalam
memimpin proses pembelajaran, di samping memimpin juga sebagai tempat bertanya
dari para mahasiswanya. Dengan peran dosen seperti ini akan mendorong mahasiswa
lebih aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan mahasiswa tersebut akan
menaikan mutu pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Mahasiswa diajak dan ditekankan kepada learning how to learn. Pemahaman ini
akan sangat mendorong para mahasiswa terus mencari ilmu pengetahuan sehingga
dapat terbentuk long life learning,
2.
Mempersiapkan Sumber Daya
Perguruan
tinggi harus membenahi manejemennya, yang terdiri dari proses, sumber daya dan
content. Perguruan tinggi harus membenahi semua proses dalam pengelolaan
perkuliahan yang menyangkut semua prosedur. Untuk mendukung semua proses
pengelolaan secara baik dengan menggunakan TI. Banyak proses yang harus dikelola dengan baik namun yang
berkaitan dengan sumber daya yang harus disiapkan dan berhubungan erat dengan
proses pembelajaran yaitu:
a.
Pembinaan dan pengembangan kemampuan
dosen.
b.
Persiapan sarana dan prasarana
pembelajaran.
c.
Komunikasi dan TI berbasis web yang
mendukung proses pembelajara.
Untuk
mewujutkan proses pembelajaran secara baik di samping memiliki biro, upt, unit
kegiatan lain yang telah ada, harus dibentuk pula :
a.
Unit kerja yang berfungsi melakukan
pembinaan dan pengembangan kemampuan dosen dalam teaching methodology, bidang
keilmuan, penelitian dan penulisan jurnal, TI, manajemen dan pengembangan diri
serta pembentukan karakter.
b.
Unit kerja yang berfungsi untuk membuat
dan mengembangkan bahan ajar secara manual maupun dalam bentuk multi media
(berbasis TI).
c.
Unit kegiatan yang berfungsi untuk
mengelola dan bertanggung jawab penuh masalah teknologi komunikasi dan TI yang
mendukung proses pembelajaran.
Pembinaan
dan pengembangan kemampuan dosen menjadi prioritas utama dalam menata proses
pembelajaran di samping itu juga sebagai perwujutan dari learning organization
bagi perguruan tinggi. Kemampuan dan kompetensi dosen harusdikembangkan dan
ditinggkatkan. Perguruan tinggi harus bisa melakukan survei dan penelitian
kompetensi dan kemampuan para dosennya. Sehingga perguruan tinggi mengetahi
secara jelas dan terarah jenis pelatihan dan pengembangan yang harus dilakukan
oleh para dosennya.
Di sisi
lain manajemen perguruan tinggi saat ini harus bisa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, perkembangan ekonomi dan teknologi. Di samping tata kelola dan
penyelenggaraan harus bagus, perguruan tinggi layaknya menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai. Para mahasiswa dapat menggunakan semua sarana dan
prasarana berupa laboratorium, studio, bengkel, perpustakaan, sarana berupa
komunikasi dalam proses pembelajaran yang didukung oleh TI berbasis web, dan
sarana penyediaan bahan ajar. Ketersediaan dan kelengkapan prasarana dan sarana
sangat memicu dan memacu serta mendorong para mahasiswa lebih aktif dalam
proses pembelajaran.
Para
mahasiswa dapat dengan muda mengakses semua bahan ajar dan bisa melakukan
pembelajaran secara off campus, yang bebas dari waktu, ruang dan jarak.
Penggunaan TI tidak hanya mendukung proses administrasi tetapi sampai kepada
proses pembelajaran melalui media elektronik. Pertemuan antara mahasiswa dengan
dosen bisa melalui media maya dengan bantuan TI. Ketersediaan bahan ajar, ruang
untuk berdiskusi antar mahasiswa dan dengan dosen, mengajarkan tugas dan
menyampaikan tugas kepada kepala dosen semuanya di laukan melalui media
elektronik.
Para
mahasiswa dengan dosen tidak perlu harus bertatap muka dalam suatu tempat dan
waktu yang sama namun bisa mengambil tempat yang sangat tersebar dan juga
mungkin dengan waktu yang berbeda. Kegiatan ini tidak lagi dibatasi oleh ruang,
waktu dan jarak yang mana sangat mendorong agar para mahasiswa memiliki
kesadaran perlu akan komitmen dan tanggung jawabnya sebagai manusia pembelajar.
Perubahan gaya belajar seperti ini merupakan paradigma, kebiasaan dan budaya
belajar, serta mendorong kemajuan dalam pendidikan di indonesia. Dengan
demikian mahasiswa tidak lagi hanya menerima, pengetahuan semata namun menjadi
inisiator dalam menyampaikan pengetahuan kepada para mahsiswa lain dan
dosennya.
3.
Mempersiapkan Content pembelajaran
Sejalan
dengan penyiapan sarana komunikasi pembelajaran harus dilakukan yaitu
penyediaan sarana komunikasi pembelajaran harus dilakukan yaitu penyediaan
content pembelajaran, jarak secara baik. Penyiapan contentterdiri dari:
a.
Penyusunan kurikulum
b.
Penyusunan bahan ajar
c.
Penyusunan satuan acara perkuliahan
seseuai dengan kurikulum
Ad.1. Penyusunan
Kurikulum
Kurikulum yang digunakan hampir
semua perguruan tinggi di Indonesia rata-rata “ sangat melebar dan tidak dalam
“. Maka kuliah yang diajar terlalu banyak, mungkin rata-rata mencapai 50-60 mata
kuliah dengan jumlah 110 sks untuk diploma -3 dan 144 sks untuk strata-1.
Perlu ada kajian yang mendalam terhadap
jumlah mata kuliah yang demikian banyak .alangkah baiknya apabila dengan jumlah
sks yang sama namun memiliki jumlah mata kuliah yang lebih sedikit ,sehingga
para mahasiswa memiliki kedalaman ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajari .kurikulum harus berbasis kepada kompetesi ilmu pengetahuannya
yang focus and deep.Turun jumlah mata kuliah sesuai dengan kompetisi lulusan
prodinya, tawarkan peminatan yang focus sesuai
dengan kompetensi.
Ad.2.Penyusunan
Bahan Ajar
Untuk
membuat para mahasiswa cepat memahami pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajari perlu disiapkan bahan ajar secara multi media.Penyediaan bahan ajar
yang sangat lengkap dan mudah diperoleh serta penggunaan alat peraga yang
dilengkapi dengan gambar yang menarik ,gerak,bunyi,simulasidan dipandu oleh
insruktur secara maya serta dapat dilakukan berulang-ulang (replay) membuat
para mahasiswa akan betah dan mudah mencerna pengetahuan dengan baik.Penggunaan
TI dalam bahan ajar mencakup tiga cara
belajar yaitu auditorial ,visual dan kinestetik.Ketiga belajar ini diperankan
sangat baik ,dimana perlu beajar dapat mendengar, membaca, dan juga memperagakan walaupun
dalam meyantara, namun
dapat membentuk pengetahuan pelaku pelajar
Ad.3. Satuan
Acara Perkuliahan
Satuan
acara perkuliahan yang disusun saat ini sudah baik namun kurang menekan kepada
learning outcomes dan mekanisme pembelajaran .SAP lebih menekankan kepada materi
dan pokok bahasan, sehingga
perkuliahan salalu hanya menekankan kepada materi kuliah dan tidak kepada
mekanisme pembelajaran dan learning outcomes dari setiap pertemuan .penerapan sks kelihatannya sudah
bergeser ,tidak lagi,mengikuti bakuan yang dikembangkan sejak dan penegasan
kembali semua aspek tersebut dalam SAP yang dibuat.
Di
samping learning outcomes, juga
harus ditekankan tentang mekanisme pembelajaran yang dapat dikaitkan dengan taxonom ibloom (memorizing,comprehension,application,
analysis,
synthesis,evaluation) SAP harus memuat keempat aspek di atas secra lengkap .dalam
mekanisme pembelajaran mahasiswa harus diaktifkan dengan jalan berdiskusi, menjelaskan, presentasi, simulasi .bahkan dengan berbagai
kegiatanyang menuntut mahasiswa harus melakukan sesuatu proses agar mereka
lebih menguasai ilmu pengetahuan yang dipelajari .proses pembelajaran yang dilakukan tidak
hanya dosen menyampaikan informasi ,namun harus mendorong mahasiswa agar aktif
sehingga kadar penguasaan akan ilmu
pengetahuan dapat sampai kepada high
order thinking (analysis, synthesis ,evaluation).
Pengguna TI menggunakan
pembelajaran dilakukan melalui media internet, sehingga SAP juga dapat memuat
mekanisme pembelajaran melalui media elektronik. Dimana antara dosen dan mahasiswa
tidak perlu harus bertemu dalam suatu ruangan kelas. Pertemuan dandiskusi
antara mahasiswa dengan dosen dan antara mahasiswa dengan mahasiswa dapat
dilakukan melalui media elektronik. Demikian pula dengan penyiapan bahan ajar
yang terekam dalam web-site atau CD-ROM membuat para mahasiswa dapat dengan
leluasa dan secara aktif dapat mempelajari bahan ajar tersebut.
Pertemuan tatap muka di dalam
kelas dapat diganti dengan pertemuan melalui media elektronik ini, sehingga
peraturan jumlah kehadiran mahasiswa di dalam kelas tidak lagi menjadi penting,
dengan catatan bahwa mahasiswa tersebut aktif berdiskusi dan mempelajari bahwa
kuliah melalui media elektronik.
4. Proses Pembelajaran
Bila semua paradigm masyarakat
perguruan tinggi telah memahami dengan baik tentang proses pembelajaran
mahasiswa aktif, learning how to learn, penyiapan sumber daya telah di atur
dengan baik, dan penyiapan content yang sudah tersedia dengan baik dan SAP yang
telah mengatur dengan baik mekanisme proses pembelajaran, maka proses
pembelajaran hanya menetapkan kemampuan dan menggunakan sarana serta mengikuti
mekanisme yang telah diatur dengan baik dalam SAP.
Proses pembelajaran yang telah
direncanakan dengan baik akan mencapai kepada tujuan yang telah di tetapkan.
Selain menetapkan proses pembelajaran yang telah ditata secara baik, juga harus
selalu meminta feedback dan melakukan kajian untuk terus membenahi proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat
melalui tatap muka di dalam ruang kelas dan dapat melalui media elektronik
sesuai dengan pengaturan di dalam SAP. Proses pembelajaran melalui internet
mendorong mahasiswa lebih aktif dalam pembelajaran karena harus berkomunikasi
secara maya dengan para dosen, dan mahasiswa lain di samping mengembara di
dalam dunia pengetahuan melalui ruang masyarakat.
BAB IV KESIMPULAN
Yang
lebih dinamis yang menempatkan para mahasiswa sebagai pelaku pembelajara
bertujuan untuk memberikan peran yang lebih aktif kepada mahasiswa dalam proses
pembelajaran. Rekomendasi untuk menata ulang proses pembelajaran yaitu melalui
pola pembelajaran student centred
learning, sehingga mahasiswa berperan aktif dalam pembelajaran. Penggunaan
TI dengan pola pembelajaran jarak jauh melalui internet merupakan salah satu
cara mendorong para mahasiswa agar aktif dalam proses pembelajaran. Semua
kegiatan pembelajaran di atas membawa mahasiswa memiliki gaya belajar learning
how to learn sehingga dapat membentuk long life learning.
Penataan ulang proses
pembelajaran meliputi empat aspek yaitu (1) mengubah paradigma masyarakat
perguruan tinggi, (2) mempersiapkan sumber daya yang terdiri dari dosen, alat
dan sumber belajar, (3) memprsiapkan content, yang meliputi kurikulim, bahan
ajar dan SAP, (4) proses
pembelajaran dari konsep yang disampaikan ini terdapat beberapa pemikiran yang
perlu di kaji dan diteliti lebih dalam antara lain, kemampuan dan kapasitas
para calon mahasiswa di Indonesia, kemampuan dosen dalam mengajar, metode
mengajar yang baik dan disenangi para mahasiswa di Indonesia, kemampuan dan
kapasitas intelektual lulusan perguruan tinggi di Indonesia, kemauan lulusan
perguruan tinggi di Indonesia yang dibutuhkan di dunia usah/ industry, diagnosa
yang tepat untuk menjembatani gap kemampuan tenaga yang dibutuhkan dengan
kompetensi lulusan perguruan tinggi, sejauh mana peran TI dalam proses
pembelajaran bagi mahasiswa di Indonesia, dan masih banyak topik lain perlu di
teliti lebih jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (1997), Problem Based Learning, [http://ww.ic.polyu.edu.posh97/
student/ PBL/pbl01/ htm#center].
Anonim, (2001), e-Learning Environment,
What is’ student Centred Learning ?, [http:// www.bath.ac.uk/e-learning
/ environments.html].
Amstrong, Thomas, (1999), Seven Kind of
Smart, Identifying and Developing Your Multiple intelligence, Terjemahan T.
Hermaya, PT Gramedia Pustaka Utama.
Kurniawan Once, (1998), Metode Mengajar
di Perguruan Tinggi, jurnal BINUS, Biro Publikasi Ilmiah, Universitas Bina
Nusantara.
_____________, (2000), TI Menciptakan
Budaya Belajar Mandiri Kumpulan Makalah Seminar Nasional, Pemanfaatan TI Dalam
Komunikasi Pendidikan, Departemen Pendidikan nasional, Universitas Terbuka.
Martin Donald, (1998), How to be Successful
student, Martin Press, San Anselmo Mc Kowen, _____________, (2000), Teaching
Human Beings, [http:// www. helicon.net.cmckowen].
Meier Dave, (2000), The Accelerated
Learning Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan
uelatihan, Terjemahan oleh Rahmani Astuti, penerbiot Kaifa, Bandung.
Orstein Allan C, Lasley Thomas ). II,
(2000), Strategies For Effective Teaching, McGraw- Hill Companies, New York .
Reed Thomas and Francis M. Laura,
(2001), Learning,[http://www.learning.Circuit.org/2001/Oct2001/fancies.html#.bio]
Reid lain, (1999), Towards A Flexible,
Learner Centred Environment, A Draft Disscution Paper, Curtin University of
Technology, [http://otl.curtin.edu.au].
Sparrow Len, Sparrow Haether, Swan Paul,
(2000), Student Centred learning; Is it Possible?, Teaching and Learning forum
2000, Proceedings Contents,
[http://cleo.murdoch:edu.au/confs/tlf/tlf2000/contents.html].
Tilaar H.A.R., (2002), Perubahan Sosial
dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik-Transformatif untuk Indonesia, PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Center for Education and Community Development studies
The Juint Task Force on Computing Curricula IEEE Computer Society, (2001)
Association for Computer Machinery
(ACM), Computing Curricula 2001 Computer Science (Final’ Report, December
15,2001 ) [ http://www.acm.org].
The Task Force Curriculum Information
Systems ACM, (1999), ACM Recommended Information’ Systems Curriculum Created
Industry and Academe, Information Systems Centric Curriculum’99 (ISCC’99)
[http://www.acm.org J Zamroni, (2000), Paradigma Pendidikan Masa Depan, Bigraf
Publising, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar