Selasa, 24 Februari 2015

ANALISA START MOTOR INDUKSI MENGGUNAKAN SUDUT PENYALAAN SCR



ANALISA START MOTOR INDUKSI MENGGUNAKAN SUDUT PENYALAAN SCR
Oleh:
Berlin Saragih
Prodi Teknik Elektro Universitas Darma Agung
diterbitkan di Jurnal AKADEMIA, kopertis Wilayah I Medan
Vol. 18 No. 4 Oktober 2014 hal 15 - ISSN : No. 1410-1315
Abstract

Generally the induction motor can be started by connecting the motor directly to the voltage source or by soft starting with regulator voltage to decrease the starting current. There are several methods of starting by regulating the input voltage with primary resistance starter or by autotransformer starter to avoid the higher current. The starting method is operating manually or magnetically. To have the starting electronically we need a power electronic apparatus which operate to regulate voltage.        The voltage regulator can be done by giving trigger signal using silicon control rectifier (SCR)




  I.  PENDAHULUAN
Motor induksi adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan stator terdapat selisih putaran yang disebut slip. Pada umumnya motor induksi dikenal ada dua macam berdasarkan jumlah fasa yang digunakan, yaitu: motor induksi satu fasa dan motor induksi tiga fasa. Sesuai dengan namanya motor induksi satu fasa dirancang untuk beroperasi menggunakan suplai tegangan satu fasa.
Motor induksi satu fasa sering digunakan sebagai penggerak pada peralatan yang memerlukan daya rendah dan kecepatan yang relatif konstan. Hal ini disebabkan karena motor induksi satu fasa memiliki beberapa kelebihan yaitu konstruksi yang cukup sederhana, kecepatan putar yang hampir konstan terhadap perubahan beban, dan umumnya digunakan pada sumber jala-jala satu fasa yang banyak terdapat pada peralatan domestik. Walaupun demikian motor ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu kapasitas pembebanan yang relatif rendah, tidak dapat melakukan pengasutan sendiri tanpa pertolongan alat bantu dan efisiensi yang rendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan suatu thyristor untuk mengatur arus start pada motor induksi jika dibandingkan dengan starting motor induksi secara langsung.
Penelitian  ini dilaksanakan dilaboratorium mesin mesin listrik jurusan elektro fakultas teknik Universitas Darma Agung Medan pada bulan April sampai dengan Juni 2014.

II. Uraian teoritis
II.1. Konstruksi Umum
Konstruksi motor induksi satu fasa hampir sama dengan konstruksi motor induksi tiga fasa, yaitu terdiri dari dua bagian utama yaitu stator dan rotor. Keduanya merupakan rangkaian magnetik yang berbentuk silinder dan simetris. Di antara rotor dan stator ini terdapat celah udara yang sempit.

Gambar 1. Konstruksi Umum Motor Induksi Satu Fasa.
Sumber :  BL.Theraja, 1990

Stator merupakan bagian yang diam sebagai rangka tempat kumparan stator yang terpasang. Stator terdiri dari : inti stator, kumparan stator, dan alur stator. Motor induksi satu fasa dilengkapi dengan dua kumparan stator yang dipasang terpisah, yaitu kumparan utama (main winding) atau sering disebut dengan kumparan berputar dan kumparan bantu (auxiliary winding) atau sering disebut dengan kumparan start.
Rotor merupakan bagian yang berputar. Bagian ini terdiri dari : inti rotor, kumparan rotor dan alur rotor. Pada umumnya ada dua jenis rotor yang sering digunakan pada motor induksi, yaitu rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar (squirrel cage rotor).

II.2.     Prinsip Kerja Motor Induksi Satu Fasa(Zuhal,1994)
Apabila kumparan-kumparan motor induksi satu fasa dialiri arus bolak-balik satu fasa, maka pada celah udara akan dibangkitkan medan yang berputar dengan kecpatan putaran sebesar dengan menggunakan rumus :
   
Dimana:
Ns = Kecepatan putaran Sinkron(rpm}
f    = Frekwensi Sumber(ciklus/detik)
p    = Jumlah kutup
Medan magnet berputar bergerak memotong lilitan rotor sehingga menginduksikan tegangan listrik pada kumparan-kumparan tersebut. Biasannya lilitan rotor berada dalam hubung singkat. Akibatnya lilitan rotor akan mengalir arus listrik yang besarnya tergantung pada besarnya tegangan induksi dan impedansi rotor. Arus listrik yang mengalir pada rotor akan mengakibatkan medan magnet rotor dengan kecapatan sama dengan kecepatan medan putar stator (ns). Interaksi medan stator dan rotor akan membangkitkan torsi yang menggerakan rotor berputar searah dengan arah medan putar stator. Interaksi medan stator dan rotor juga menyebabkan terjasinya gaya gerak listrik induksi yang disebabkan oleh kumparan-kumparan stator dan rotor. Rumusan matematis gaya gerak listrik yang terjadi pada motor induksi satu fasa dengan rumusan sebagai berikut :
 
Dimana :
C =   konstanta persamaan
E   =   gaya gerak listrik (volt)
Φ = flux medan yang berbanding lurus dengan arus medan(weber)
N =   kecepatan Putaran  (rpm)
II.3    Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Satu Fasa(B.L.Theraja 1990)
Konsep medan putar ganda pada motor induksi satu fasa menjelaskan bahwa fluks yang dihasilkan ekivalen dengan dua buah fluks yang mempunyai besar yang sama dan berputar dalam arah yang berlawanan pada kecepatan sinkron. Masing-masing fluks ini akan mengimbaskan komponen arus rotor dan menghasilkan gerak motor induksi seperti pada motor induksi fasa banyak.
Hal yang sederhana dan penting bahwa motor induksi ini hanya beroperasi pada kumparan utama.

1. Pada Keadaan Diam
Pada saat keadaan diam, jika rangkaian stator dihubungkan dengan tegangan satu fasa, maka motor induksi dapat dinyatakan sebagai transformator dengan kumparan sekunder terhubung singkat. Rangkaian motor induksi satu fasa tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Satu Fasa

Dengan menggunakan konsep medan putar fluks yang dihasilkan kumparan stator dapat dipecah menjadi dua bagian yaitu : medan putar maju dan medan putar mundur. Kedua medan putar ini akan mengimbaskan ggl pada kumparan rotor sehingga tahanan dan reaktansi pada kumparan rotor diekivalenkan masing-masing adalah setengah dari nilai tahanan dan reaktansi kumparan rotor sesungguhnya, yaitu  dan  seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Motor Induksi Satu Fasa Dalam Keadaan Diam

2.  Pada Saat Beroperasi
Pada saat kecepatan motor induksi mulai bertambah dan bekerja hanya pada kumparan utama. Pada arah medan maju menggunakan slip s, arus rotor yang diimbaskan medan maju mempunyai frekuensi s.f, dimana f adalah frekuensi stator. Arus rotor ini akan menghasilkan fluks yang bergerak maju pada kecepatan slip. Fluks ini akan membangkitkan ggl dengan arah maju pada kumparan utama stator. Pangaruh pada rotor jika dilihat dari sisi stator dapat dinyatakan sebagai suatu impedansi sebesar 0,5  + j 0,5  paralel dengan  dan .
Pada arah medan putar mundur, rotor tetap bergerak dengan slip s berpatokan pada medan maju dan besarnya kecepatan putar medan maju adalah
Kecepatan relatif dari rotor dengan berpatokan pada medan mundur adalah :   1+ n,
Atau besarnya slip terhadap medan mundur adalah :
Selanjutnya medan mundur mengimbaskan arus rotor dengan frekuensi       (2 – s)f. Arus rotor ini akan menghasilkan fluks yang bergerak mundur. Fluks ini akan mengimbaskan ggl pada medan mundur kumparan stator. Pengaruh tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Motor Induksi Satu Fasa Dalam Keadaan Beroperasi

Dengan menggunakan rangkaian ekivalen di atas, kita dapat menghitung arus stator, arus rotor, daya masukan, dan faktor daya untuk sembarang harga slip apabila tegangan yang diberikan dan impedansi motor diketahui.
Dari rangkaian di atas, didapat :


dan

Dimana :
  = Resistansi kumparan stator
  = Resistansi kumparan rotor
  = Reaktansi bocor kumparan stator
         = Reaktansi bocor kumparan rotor
= Reaktansi pemagnetan
  = Tahanan inti
         = Impedansi pemagnetan
   = Arus pada kumparan stator

II.4.   SILICON CONTROLLER RECTIFIER (SCR)(B.L.Theraja,1990)
1.  Thyristor
Thyristor berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pintu”. Dinamakan demikian karena sifat dari komponen ini yang mirip denga pintu yang dapat dibuka dan ditutup untuk melewati arus listrik. Ada beberapa komponen yang termasuk thyristor antara lain PUT (programeble uni-junction transistor), UJT (uni-junction transistor), GTO (gate turn off switch), photo SCR dan sebagainya. Namun pada kesempatan ini, yang dikemukakan adalah bagian dari tipe thyristor yaitu SCR (silicon controlled rectifier). Lebih jelasnya dapat melihat bagaimana prinsip kerja serta aplikasinya.

2.  Struktur Thyristor
Ciri – ciri utama dari sebuah thyristor adalah komponen yang terbuat dari bahan semikonduktor silicon. Walaupun bahannya sama, tetapi struktur P-N junction yang dimilikinya lebih kompleks dibanding transistor bipolar atau MOS. Komponen thyristor lebih digunakan sebagai saklar (switch) ketimbang sebagai penguat arus atau tegangan seperti halnya transistor.
Gambar 5. Struktur Thyristor

Struktur dasar thyristor adalah stuktur 4 lapis PNPN seperti yang ditunjukkan pada gambar 5. jika dipilih, struktur ini dapat dilihat sebagai dua buah struktur junction PNP dan NPN yang tersambung di tengah seperti pada gambar 13b. ini tidak lain adalah dua buah transistor PNP dan NPN yang tersambung pada masing – masing kolektor dan base. Jika difisualisasikan sebagai transistor Q1 dan Q2, maka struktur thyristor ini dapat diperlihatkan seperti berikut ini.

Gambar 6. Struktur fisik dan visualisasi dari thyristor serta simbolnya

Terlihat di sisi kolektor transistor Q1 tersambung pada base transistor Q2 dan sebaliknya kolektor transistor Q2 tersambung pada base transistor Q1. Rangkaian transistor yang demikian menunjukkan adanya loop penguatan arus di bagian tengah. Dimana diketahui bahwa Ic = b Ib, yaitu arus kolektor adalah penguatan dari arus base.
Jika misalnya ada arus sebesar Ib yang mengalir pada base transistor Q2, maka akan ada arus Ic yang mengalir pada kolektor Q2. Arus kolektor ini merupakan arus base Ib pada transistor Q1, sehingga akan muncul penguatan pada arus kolektor tansistor Q2. demikian seterusnya sehingga makin lama sambungan PN dari thyristor ini di bagian tengah akan mengecil dan hilang. Tertinggal hanyalah lapisan P dan N dibagian luar.
Jika keadaan ini tercapai, maka stuktur yang demikian tidak lain adalah stuktur dioda PN (anoda-katoda) yang sudah dikenal. Pada saat yang demikian, disebut bahwa thyristor dalam keadaan ON dan dapat mengalirkan arus dari anoda menuju katoda seperti layaknya sebuah dioda.
Gambar 7.  Thyristor diberi tegangan

Jika pada thyristor ini kita beri beban lampu DC dan di beri tegangan dari nol sampai tegangan tertentu seperti pada gambar 7. Apa yang terjadi pada lampu ketika tegangan dinaikkan dari nol. Tentu saja lampu akan tetap padam karena lapisan N-P yang ada di tengah akan mendapatkan reverse-bias (teori dioda) yaitu arus balik. Pada saat ini disebut thyristor dalam keadaan OFF karena tidak ada arus yang mengalir atau sangat kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir sampai pada suatu tegangan reverse-bias tertentu yang menyebabkan sambungan NP ini jenuh dan hilang. Tegangan ini disebut tengangan breakdown dan pada saat itu arus mulai mengalir melewati thyristor sebagaimana dioda umumnya. Pada thyristor tegangan ini disebut breakdown VBO. Ketika tegangan anoda dibuat lebih positif dibandingkan dengan tegangan katoda, sambungan J1 dan J3 berada pada kondisi forward bias, dan sambungan J2 berada pada kondisi reverse bias sehingga akan mengalir arus bocor yang kecil antara anoda dan katoda. Pada kondisi ini thyristor dikatakan forward blocking atau kondisi off-state, dan arus bocor dikenal sebagai arus off state ID. Jika tegangan anoda ke katoda VAK ditingkatkan hingga suatu tegangan tertentu, sambungan J2 akan bocor.
Hal ini dikenal dengan avalance breakdown dan tegangan VAK tersebut dikenal sebagai forward breakdown voltage VBO. Dan karena J1 dan J3 sudah berada pada kondisi forward bias, maka akan terdapat lintasan pembawa muatan bebas melewati ketiga sambungan, yang akan menghasilkan arus anoda yang besar. Thyristor pada kondisi tersebut berada pada kondisi konduksi atau keadaan hidup. Tegangan jatuh yang terjadi dikarenakan oleh tegangan antara empat lapis dan biasanya cukup kecil yaitu sekitar 1 volt. Pada keadaan ON, arus dari suatu nilai yang disebut dengan latching current IL (arus penahan), harus diperoleh cukup banyak aliran pembawa muatan bebas yang melewati sambungan – sambungan, jika tidak maka akan kembali ke kondisi blocking ketika tegangan anoda ke katoda berkurang.
Latching current (IL) adalah arus anoda minimum yang diperlukan agar membuat thyristor tetap kondisi hidup, begitu thyristor dihidupkan dan sinyal gerbang di hilangkan.
Ketika berada pada kondisi ON, thyristor bertindak sebagai anoda yang tidak terkontrol. Deviasi ini terus berapa pada kondisi ON karena tidak adanya lapisan deplesi pada sambungan J2 karena pembawa – pembawa muatan yang bergerak bebas. Akan tetapi, jika arus anoda berada dibawah suatu tingkatan yang disebut holding current IH (arus genggam), daerah deplesi akan terbentuk di sekitar J2 karena adanya pengurangan banyak pembawa muatan bebas dan thyristor akan berada pada keadaan blocking. Holding current terjadi pada orde meliampere dan lebih kecil dar latching current IL, IH>IL.
Holding current (IH) adalah arus anoda minimum untuk mempertahankan thyristor pada kondisi on.
Ketika tegangan katoda lebih positif dibanding dengan anoda, sambungan J2 terforward bias, akan tetapi sambungan J1 dan J3 akan terreverse bias. Hal ini seperti dioda – dioda yang terhubung secara seri dengan tegangan balik bagi keduanya. Thyristor akan berada pada kondisi reverse blocking dan arus bocor reverse dikenal sebagai reverse current IR. Thyristor akan dapat dihidupkan dengan meningkatkan tegangan maju VAK diatas VBO, tetapi kondisi ini bersifat merusak. Dalam prakteknya, tegangan maju harus dipertahankan dibawah VBO dan thyristor dihidupkan dengan sinyal penggerbangan itu dan arus anodanya lebih besar dari arus holding, thyristor akan berada pada kondisi terhubung secara positif balikan, bahkan bila sinyal penggerbangan dihilangkan. Thyristor dapat dikatogorikan sebagai latching devais.
Thyristor dapat bertingkah seperti dua transistor dengan penurunan rumus sebagai berikut :
IB1           = IC2 + IGn
IB2           = IC1 + IGp
                                                       



III. Metodologi
·         Alat penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah terdiri dari:
-Satu unit motor induksi 1  fasa 220 volt,  
 1500 rpm,500  Watt.
-Satu unit vot meter ac,250 volt
-Satu unit Amper meter ac,100 amper
-Satu unit rangkaian thyristor.
·         Instrumen analisis
Instrumen analisis pada penelitian ini adalah data primer dari hasil  percobaan yang diukur berdasarkan variasi sudut penyalaan pada gate thyristor.

III.1  Metode Penyalaan Thyristor (B.L.Theraja,1990)
Ada empat cara untuk menyalakan thyristor yaitu :
1.    Dengan memberi pulsa gate
     Pemberian pulsa gate ini yaitu penambahan pembawa muatan minoritas ke daerah gate sehingga thyristor akan menghantar pada tegangan yang lebih kecil dari tegangan tembusnya. Makin besar arus gate ini maka makin banyak pembawa muatan minoritas yang di injeksikan sehingga thyristor akan mengantar tegangan yang lebih kecil.
2.    Dengan pemberian sinyal cahaya
     Jika cahaya diarahkan mengenai sambungan thyristor, maka akan menghasilkan energi yang cukup untuk membuka ikatan – ikatan elektron dalam bahan semikonduktor dan menyebabkan penambahan pembawa muatan minoritas yang penting untuk membuat thyristor menghantar arus.
3.    Dengan panas
     Jika suhu thyristor cukup tinggi, akan terjadi peningkatan jumlah pasangan elektron hole, sehingga arus bocor meningkat. Peningkatan ini akan menyebabkan sudut α1 dan α2 menigkat dan thyristor akan on.
4.    Penyalaan dengan dv/dt
     Sebuah thyristor dapat dinyalakan dengan penambahan tegangan maju anoda-katoda dengan cepat. Hal ini disebut pengaruh dv/dt. Kenaikan dengan cepat tegangan anoda akan menghasilkan arus gate yang transien yang cukup untuk menyalakan thyristor.

III.2. Metode Pemadaman Thyristor (B.L.heaja,1990)
Thyristor berada pada keadaan on dapat dimatikan dengan mengurangi arus maju ke tingkat bawah arus holding Ih. Ada beberapa cara untuk membuat thyristor off atau yang disebut dengan komutasi thyristor, yaitu :
1.      Dengan komutasi alamiah
Bila arus anoda diturunkan menjadi lebih kecil dari arus holding Ih, maka thyristor akan padam. Juga apabila tegangan anoda berubah menjadi negatif terhadap katoda, maka thyristor padam. Pada sistem arus bolak balik komutasi akan terjadi pada setiap akhir setengah perioda positif, dan pada setengah periode negatif akan padam.
2.      Komunitas paksa
Jika thyristor diberi arus searah, maka pada thyristor tidak terjadi komutasi sebab polaritas tegangan tidak pernah membalik. Maka oleh sebab itu akan dilakukan dengan komutasi paksa.

III.3.    Metode Penyalaan Thyristor (SCR) Dengan Pulsa Gate (B.L.Theraja,1990)
Telah dibahas, bahwa untuk membuat thyristor menjadi ON adalah dengan memberi arus trigger lapisan P yang dekat katoda, bisa juga pin gate ini disebut pin katoda (cathode gate). SCR dalam banyak literatur disebut thyristor saja. Adapun karakter SCR ini sama seperti thyristor, hanya disini tegangan penyalaannya dapat di ubah – ubah sesuai dengan  besarnya arus yang diberikan pada gerbang (gate) dari SCR tersebut. Makin besar arus yang diberikan, makin besar pula tegangan penyalaannya. Hal ini dapat dilihat pada karakteristik SCR antara tegangan versus arus.
Gambar 8. Struktur SCR

Melalui kaki (pin) gate tersebut memungkinkan komponen ini di trigger menjadi ON, yaitu dengan memberi arus gate. Ternyata dengan memberi arus gate Ig yang semakin besar dapat menurunkan tegangan breakover (Vbo) sebuah SCR. Dimana tegangan ini adalah tegangan minimum yang diperlukan SCR untuk menjadi ON. Sampai pada suatu besar arus gate tertentu, ternyata akan sangat mudah membuat SCR menjadi ON. Bahkan dengan tegangan forward yang kecil sekalipun. Misalnya 1 volt saja atau lebih kecil lagi. Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi ON, walaupun tegangan gate dilepas atau di short ke katoda. Satu – satunya cara untuk membuat SCR menjadi OFF adalah dengan membuat arus anoda – katoda turun dibawah arus Ih (holding current). Berapa besar arus holding ini, umumnya ada di dalam datasheet SCR.
1.  Karakteristik Thyristor (SCR)
Sebuah SCR terdiri dari tiga terminal yaitu anoda, katoda, dan gate. SCR berbeda dengan dioda rectifier biasanya. SCR dibuat dari empat buah lapis dioda. SCR banyak digunakan pada suatu sirkuit elektronika karena lebih efisient dibandingkan komponen lainnya terutama pada pemakain sakelar elektronik.
SCR biasanya digunakan untuk mengontrol khususnya pada tegangan tinggi karena SCR dapat dilewatkan dari tegangan dari 0 sampai 220 volt tergantung pada spesifik dan tipe dari SCR tersebut. SCR tidak akan menghantar atau on, meskipun diberikan tegangan maju sampai pada tegangan breakovernya SCR tersebut dicapai. SCR akan menghantar jika terminal gate diberi pemicuan yang berupa arus dengan tegangan positif dan SCR akan tetap on bila arus yang mengalir pada SCR lebih besar dari arus penahan (Ih).
Satu – satunya cara untuk membuka (meng-off-kan) SCR adalah mengurangi arus trigger (It) dibawah arus penahan (Ih). SCR adalah thyristor yang uni directional, karena ketika terkonduksi hanya bias melewatkan arus satu arah saja yaitu dari anoda menuju katoda. Artinya, SCR aktif ketika gatenya diberi polaritas positif dan antara anoda dan katodanya di bias maju. Dan ketika sumber yang masuk pada SCR dan sumber AC, proses penyearahan akan berhenti saat siklus negatif terjadi. Komponen lain yang mempunyai karakteristik mirip silicon controlled rectifier (SCR) adalah thyristor yang dibahas sebelumnya, hanya disini tegangan penyalaan dapat diubah – ubah sesuai dengan besarnya arus yang diberikan pada gerbang gate dari SCR tersebut. Hal ini dapat dilihat pada karakteristik tegangan versus arus untuk SCR  berikut ini.
Gambar 9. Symbol dan Karakteristik SCR
                  (BL.Theraja,1990)
Karakteristik tegangan versus arus ini diperlihatkan bahwa thyristor mempunyai 3 keadaan atau daerah, yaitu :
  1. Keadaan pada saat tegangan balik (daerah I)
  2. Keadaan pada saat tegangan maju (daerah II)
  3. Keadaan pada saat thyristor konduksi (daerah III)
Pada daerah I, SCR sama seperti dioda, dimana pada keadaan ini tidak ada arus yang mengalir sampai dicapainya batas tegangan tembus (Vr). Pada daerah II terlibat bahwa arus tetap tidak akan mengalir sampai dicapainya batas tegangan penyalaan (Vbo). Apabila tegangan mencapai tegangan penyalaan, maka tiba – tiba tegangan akan jatuh menjadi kecil dan ada arus mengalir. Pada saat ini SCR mulai konduksi dan ini adalah merupakan daerah III. Arus yang terjadi pada saat SCR konduksi, dapat disebut sebagai arus genggam (Ih = Holding Current). Arus Ih ini cukup kecil yaitu dalam orde miliamper.
Untuk membuat SCR kembali off, dapat dilakukan dengan menurunkan arus SCR tersebut dibawah arus genggamnya (Ih) dan selanjutnya diberikan tegangan penyalaan. Yang dimaksud dengan penyalaan adalah perusahaan kedaan SCR dari keadaan menghambat arus menjadi penghantar arus.

2. Prinsip Operasi Sudut Penyalaan SCR(B.L.Theraja,1990)
Perhatikan rangkaian dengan beban resistif. Selama setengah siklus positif dari tegangan masukan, anoda SCR relatif positif terhadap katoda sehingga SCR disebut terbias maju. Ketika SCR T1 dinyalakan pada wt = a, SCR T1 akan tersambung dan tegangan masukan akan muncul di beban. Ketika tegangan masukan mulai negatif pada wt = a, anoda SCR akan negatif terhadap katodanya dan SCR T1 akan disebut terbias mundur, dan dimatikan. Waktu setelah tegangan masukan mulai positif hingga SCR dinyalakan pada wt = p disebut sudut delay atau sudut penyalaan a.
Gambar 9. memperlihatkan daerah operasi dari konverter (pengubah AC menjadi DC), dengan tegangan dan arus keluaran memiliki polaritas tunggal. Gambar 9. memperlihatkan bentuk gelombang tegangan masukan, tegangan keluaran, arus beban dan tegangan sepanjang SCR T1. Konverter ini tidak bisa digunakan pada aplikasi industri karena keluarannya memiliki ripple yang tinggi dan frekwensi ripple rendah. Jika fs merupakan frekwensi dari supplay masukan, komponen terendeh pada tegangan ripple keluaran akan fs juga.
Gambar 10.  Penyearah Satu Thyristor dengan Beban Resistif

Jika Vm merupakan puncak tegangan masukan, tegangan keluaran rata – rata Vdc dapat diperaleh dari :
Vdc    =
         =
         =

Tegangan Vdc dapat divariasikan dari Vm/p hingga 0 dengan mengubah – ubah a antara 0 hingga p. Tegangan keluaran rata – rata akan menjadi maksimum bila a = 0 dan tegangan keluaran maksimum Vdm akan menjadi :
Vdm   =
Tegangan keluaran rms diberikan oleh :

Vrms   =
         =
         =

3.  Dasar Soft Starting Motor Induksi Satu Fasa(B.L.Theraja,1990 dan Zuhal,1994))
Motor induksi saat dihubungkan dengan tegangan sumber secara langsung akan menarik arus 500% sampai 800% dari arus beban penuh. Arus mula yang besar dapat mengakibatkan kekurangan tegangan pada saluran sehingga akan mengganggu peralatan lain yang dihubungkan pada saluran yang sama. Untuk motor yang berdaya besar tentu arus pengasutan juga akan  semakin besar, apabila arus yang besar tersebut mengalir dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan motor dan saluran penghantar menjadi panas dan merusakkan isolasi.
Gambar 11.  Rangkaian Dasar Soft Starting
Soft starting adalah suatu cara penurunan tegangan starting dari motor induksi AC. Soft starting merupakan metode starting yang prinsipnya sama dengan starting motor menggunakan primary resistance yang diseri dengan supply tegangan ke motor. Arus masuk dalam stater sama dengan arus keluar. Soft starting terdiri dari komponen thyristor untuk mengontrol aliran arus yang masuk ke motor, sehingga tegangan akan masuk secara bertahap dan akhirnya penuh. Soft starting bertujuan untuk mendapatkan start yang terkendali, sehalus mungkin serta terproteksi dan mencapai kecepatan nominal yang konstan sehingga mendapatkan arus starting rendah.
Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 11. yang menunjukkan pengoperasian motor yang di operasikan oleh SCR anti paralel, dengan mengubah besar sudut gate nya, untuk mendapatkan variasi tegangan motor.
a.  Rangkaian SCR
Gambar 12. Rangkaian Pemicu Triac (SCR anti paralel)


Vgate
Imotor
Vin

Vmotor


Gambar 13.  Perangkat Pengujian Soft Start

b.  Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian soft stater adalah sebagai berikut :
1.    Posisikan potensiometer pada hambatan yang paling besar
2.    Stand by kan power
3.    On-kan semua alat ukur
4.    Putar potensiometer sampai hambatan terkecil, sambil memperhatikan parameter yang ditunjukkan oleh alat ukur masing – masing.
5.    Mencatat hasil pengukuran.
6.    Jika selesai, posisikan potensiometer pada hambatan yang paling besar dan matikan power.

Prosedur pengujian direct online adalah sebagai berikut :
1.    Stand by kan power
2.    On-kan semua alat ukur
3.    Nyalakan motor listrik
4.    Catat semua parameter dari alat ukur
5.    Jika selesai, matikan motor listrik dan power

IV.  Hasil Pengujian dan Analisa
Tabel 1.  Pengujian Pengoperasian Motor dengan SCR





Tabel 2. Pengujian Pengoperasian Motor Direct Online


Sudut penyalaan SCR adalah sebagai berikut :
a.      Pada saat Vgate = 0 Volt ; Vmotor = 0 Volt

b.      Pada saat Vgate = 0.02 Volt ; Vmotor = 50 Volt

Dari tabel 1 dan tabel 2 dapat dilihat arus maksimum pada starting motor induksi dengan menggunakan SCR jauh lebih besar dibandingkan denga arus maksimum apabila motor induksi dengan menggunakan starting langsung.

V.   PENUTUP
Berdasarkan hasil pengujian bahwa dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.        Dengan menggunakan metode soft start, dapat memaksimalkan umur motor listrik. Karena arus start yang besar dapat merusak isolasi belitan pada motor listrik.
2.        Menggunakan soft start dapat mengurangi drop voltage pada saat start, karena drop voltage ini dapat mengganggu kinerja peralatan lainnya pada saat bekerja bersamaan.
3.        Semakin besar sudut penyalaan TRIAC yang diberi maka semakin besar pula Vmotor yang dihasilkan. Dan sebaliknya, jika semakin kecil sudut penyalaan TRIAC  yang diberi maka semakin kecil Vmotor yang dihasilkan.

VI.  DAFTAR PUSTAKA
1.    B.L Theraja,1990,Tex Book of Electrical Technologi, Publication Division of Nirja Construction Development CO (P) Ltd. Ram Nagar, New Delhi.
2.    Hanafi Gunawan, Ir, Drs, 1993, Mesin dan Rangkaian Listrik, Penerbit Erlangga, Jakarta.
3.    Zuhal, 1993, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Cetakan ke-IV, Penerbit Gramedia Nusantara, Jakarta.
4.    Yon Rijono, Drs., 1997, Dasar Teknik Tenaga Listrik, Penerbit Andy Offset, Yogyakarta.
5.    Wijawa Mochtar, Dasar-Dasar Mesin Listrik, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2001.
6.    M. Kostanto and L. Piotrovsky, 1997, Electric Machine II, MIR Publication, Moscow.

7.    S.A Nasar, 1993, Electromecanics and Electrical Machines, 2nd Edition, Published by University of Kentucky, New York.
8.    Sumanto, Drs, MA., 1992, Motor Arus Bolak-balik, Penerbit Andy Offset, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar